Menerapkan Disiplin Positif pada Anak


Apakah Anda sependapat bahwa pola didikan orangtua zaman dahulu sudah tak bisa diterapkan di era sekarang? Tak perlu main pukul, mencubit, atau suara Anda harus naik satu oktaf saat melarang si kecil berulah, kan? Nah, simak ‘cara halus’ berikut untuk mendisiplinkan buah hati Anda! Saat anak tidak menuruti permintaan orangtua, kerapkali hal ini menjadi sumber kemarahan. Sebaliknya, bersikap lembut pada anak dianggap terlalu memanjakan. Padahal mengajarkan anak tentang perilaku moral yang dapat diterima kelompok bisa diterapkan dengan disiplin positif. 
“Disiplin positif adalah penerapan disiplin yang bertujuan tidak hanya mengatasi masalah tingkah laku, tetapi juga dapat membantu anak mengembangkan rasa percaya diri (self confidence), kedisiplinan diri, tanggung jawab, harga diri (self-esteem) yang sehat serta berbagai keterampilan hidup (life skills). Terutama keterampilan dalam memecahkan masalah.


Menghargai Anak
Orangtua merupakan figur otoritas di rumah, namun dalam penerapan disiplin Anda harus menghargai anak, bukan hanya menuntut atau mengharuskan anak menuruti perintah.
Hal yang dapat dilakukan orangtua adalah memberikan tanggung jawab di rumah, yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Semisal memberikan tanggung jawab merapikan kembali mainan yang telah digunakan, tanggung jawab untuk tidak bermain dengan benda-benda yang berbahaya, atau pada anak yang sudah bersekolah dapat diajarkan bertanggung jawab merapikan peralatan sekolah yang akan dibawanya.
Selain itu, Anda perlu bersikap adil dan seimbang dalam memberikan penghargaan terhadap tingkah laku yang diharapkan maupun konsekuensi terhadap tindakan yang tidak diharapkan.
Seringkali orangtua lebih menonjolkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan anak dan memberikan hukuman ataupun teguran atas kesalahan tersebut. Tetapi jika anak melakukan tingkah laku yang positif, tidak terlalu diperhatikan. Akan lebih baik bila orangtua fokus pada tindakan positif yang dilakukan anak, sehingga anak termotivasi untuk mengulanginya.
Kemudian kontrol diri orangtua patut diperhatikan. Orangtua harus menjaga emosi agar tetap netral dalam menerapkan disiplin. Hal yang harus dihindari ketika anak melanggar disiplin adalah berteriak-teriak memarahinya, menyakiti secara fisik seperti memukul atau mencubit, serta mempermalukan anak. Dengan berteriak-teriak memarahi, anak menjadi tidak fokus pada tindakannya yang salah, tetapi lebih fokus pada rasa takut mendengar suara yang keras. Sedangkan hukuman fisik, dapat ditiru anak dan menjadi alternatif pemecahan masalah baginya kelak dalam memecahkan masalah.
Menerapkan aturan pada anak harus bersifat jelas dan spesifik. Jadi, aturan berisi tingkah laku yang diharapkan dari anak atau tugas-tugas lainnya dapat dilakukan anak setiap hari. Aturan hendaknya disesuaikan dengan usia anak dan orangtua wajib bersikap tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan, namun tetap disertai sikap tenang dan hangat.
Orangtua merupakan contoh bagi anak. Jadi jika mengharapkan anak bertingkah laku tertentu, Anda hendaknya memberikan contoh dengan menampilkan tingkah laku tersebut. Bukankah anak belajar dengan meniru? Jadi, anak-anak yang dididik dengan hukuman fisik tersebut berperilaku baik hanya jika berada di hadapan orang lain yang mereka segani atau dengan kata lain menjadi lebih tergantung pada kontrol dari luar, sementara diri mereka sendiri sebenarnya tidak memiliki motivasi dari dalam untuk melakukan perilaku yang baik secara moral. Hukuman fisik dengan kekerasan tidak bisa membuat hati nurani anak menjadi lebih peka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar